"Ra." Panggil Tomy kekasihku.
"Iya, Tom. Ada apa?" Aku yang sedang berdiri diambang pintu kelas sedikit heran melihat perubahan wajah Tomy.
Mendengar ucapan Tomy serasa seperti ditusuk ribuan pisau. "Kok gitu? Aku salah apa?"
"Lo gak salah, gue yang salah." Tomy menunduk kaku. "Maafin gue, gue bener-bener gak bisa lanjutin hubungan ini."
Aku terdiam, bingung harus menjawab apa.
"Tapi kita tetep bisa temenan kok, janji." Tomy kembali berbicara. "Gue latihan futsal dulu ya."
Mudah sekali Tomy mengucapkan kata putus setelah enam bulan kami bersama, bagaimana bisa aku melupakannya? Kerana... Sudah jelas dia satu kelas denganku.
Aku tak bisa membohongi diriku sendiri, bagaimana rasa kecewaku dengan setiap ucapan-ucapan Tomy tadi. Apa sebenarnya salahku? Apa karena aku yang terlalu sibuk dengan urusan sekolah? Atau memang dia sudah bosan? Entahlah biar waktu saja yang menjawab semuanya.
Hari demi hari kini ku lewati seorang diri, Tomy yang selalu menemaniku kini sudah tak lagi berada disisi. Tomy yang selalu membuatku merasa berarti dan selalu menghiburku. Tomy kini sedang sibuk dengan kompetisi futsalnya, apa karena kompetisi itu aku diputusinya atau...
"Rara, bukannya dua minggu lagi lo ulang tahun, ya?" Tanya Ibel teman dekatku.
Oh, apa jangan-jangan Tomy hanya ingin membuat kejutan dihari ulang tahunku nanti?
"Iya, kenapa?" Tanyaku balik.
"Kok lo putus sama Tomy?" Pertanyaan yang sulit untukku kujawab.
"Tanya Tomy-nya aja deh, gue gak bisa jawab. Gue ke kelas dulu ya." Aku beranjak ke kelas.
Sesampainya dikelas aku melihat Tomy sedang duduk dibangkunya seorang diri, keadaan kelas sedang sepi, mungkin ini kesempatanku untuk kembali berbincang dengannya. Karena sudah hampir dua minggu setelah kami putus kami tak berbincang.
"Ra, udah makan?" Tomy bertanya tiba-tiba sesampainya aku berada didepannya.
Aku mengangguk dan tersenyum. "Udah, lo?"
"Belum, Ra. Gue ke kantin dulu ya." Senyumnya itu senyum yang sangat ku rindukan. Tapi sikapnya benar-benar tak ku duga. Baru sampai didepannya, ia malah langsung pergi.
Menahan rasa cinta itu sangat sakit, air mata rasanya pun sudah bosan untuk menangisnya namun hati belum pernah bosan untuk pergi meninggalkan kenangan tentang dirinya.
Tingkah lakunya yang seolah tak pernah terjadi apa-apa diantara kami itu yang membuatku tak bisa menahan rasa rindu ini, ingin ku peluk dirinya namun dia bukan lagi milikku.
Hampir disetiap jalan yang ku lewati punya cerita tersendiri tentang Tomy, setiap benda yang disentuhnya pun punya memory tentangnya.
Bagaimana mungkin bisa cepat ku melupakannya kalau semua yang ku lewati atau yang ku lihat itu punya rekaman tentang dirinya, ingin rasanya cepat-cepat keluar dari lingkar emosi cinta ini tapi apa daya aku benar tak punya daya untuk melupakannya, menghapus setiap cerita tentangnya.
Aku hanya bisa bersembunyi, bersembunyi dari segala hal tentangnya, berpura-pura tak ada apapun yang kurasa tentangnya. Ku korbankan perasaan demi dirinya, demi aku yang tak boleh terlihat lemah didepannya.
"Happy birthday." Teriak teman-teman sekelasku saat masuk kelas.
Aku tersenyum manis pada mereka, "makasih." Tak lupa mataku tetap mencari keberadaan Tomy.
Dari arah belakangku aku mendengar suara Tomy sedang tertawa, dan...
"Eh, Rara." Sapa Tomy.
Jangan nangis, Ra. Tahan, Ra. Lo kuat, Ra.
Aku melihat Tomy sedang menggandeng Ibel yang sudah ku anggap teman dekatku. "Ra, happy birthday." Ibel memelukku, wajahnya pun tanpa dosa. "Gue punya kado buat lo. Nih...."
Aku membuka sebuah kotak pemberian Ibel dan isinya adalah boneka Piglet kesukaanku. "Makasih, Bel."
"Kalau gak karena Tomy, gue pasti bingung mau ngadoin lo apa." Ibel tertawa kecil dihadapanku, rasanya ingin berteriak Please jangan pura-pura bodoh, Bel. Disini gue masih sayang banget sama Tomy, tapi dengan asiknya lo gandeng dia dihari ulang tahun gue.
"Happy birthday ya, Ra." Tomy bersalaman denganku.
Hari ini lebih terasa sakit dibanding sebulan yang lalu saat Tomy putuskan aku. Aku berdiam diri memandangi papan tanpa ku tahu apa yang kulihat.
Kudengar dari arah belakang suara Ibel dan Tomy bercengkrama, sakit bahkan sangat sakit.
Seusai pulang sekolah, ku berjalan menuju gerbang sekolah dan kedua kalinya tanpa dosa Ibel melambaikan tangan kirinya padaku sedangkan tangan kanannya melingkar di pinggang Tomy. Mereka pulang bersama.
Lututku terasa sangat lemas, aku pergi ke taman tempat biasa berbagi cerita bersama Tomy. "Aaaaaaaa." Aku berteriak sekuat tenaga dan aku keluarkan air mata ini, letih menyimpan rasa cinta yang diiringi dengan rasa sakit.
"Ra." Tomy keluar dari balik pohon yang biasa dia tempatkan untuk beristirahat. "Lo kenapa nangis?"
"Eh, Tomy. Ini kelilipan debu." Aku berbohong.
Tomy menarik wajahku untuk melihat mataku. "Mana debu? Ini nangis." Dia meledekku.
Tak kuasa melihat senyum, tawa dan sentuhannya, tangisku malah pecah. "Tomy, gue masih sayang banget sama lo."
Wajah Tomy berubah. "Ra..."
"Gue serius, Tom. Gue gak kuat kaya gini terus." Ucapku lirih.
"Ra, Tom." Ternyata ada Ibel disini, Ibel datang membawa dua botol minum.
Aku menyeka air mataku. "Kalian pacaran?"
"Gue sayang sama Ibel, Ra." Ujar Tomy. "Maafin gue, Ra. Gue emang salah, tapi ini kenyataannya."
Ibel menyentuh lenganku. "Ra, sorry. Tapi gue gak mau munafik, gue juga sayang sama Tomy."
Saat itu juga air mataku mendadak berhenti, amarahku memuncak dan saking besarnya amarahku aku merasakan kekuatan untuk bisa pergi mejauh dari Tomy. "Kalian saling sayang, langgeng ya."
Aku juga gak bisa munafik, rasa sayangku besar sekali pada Tomy tapi bagaimana jadinya jika Tomy menyayangi Ibel dan kenyataannya mereka memang sudah saling sayang?
Jika aku lanjutkan dengan Tomy, aku akan merasakan sakit yang lebih lama lagi, saat ini memang benar terasa begitu sakit namun jika aku berusaha sekuat mungkin, aku pasti akan bisa melupakannya.
Jika bangkit dari kenyataan itu semudah aku membalikkan telapak tangan, aku pasti sudah bisa tertawa riang seperti dahulu. Niat untuk melupakan Tomy tergoda oleh keadaan kami yang satu kelas, hampir setiap hari aku melihat Tomy berada disamping Ibel.
Mereka mesra, saling memperlihatkan rasa sayang mereka satu sama lain, sedangkan aku hanya duduk diam mengingat masa-masa indah bersama Tomy dahulu.
Banyak yang berkata Tuhan itu adil, iya Tuhan memang sangat adil. Dibalik keadilan Tuhan, Tuhan tetap melihat perjuanganku dalam melupakan Tomy.
Jika fikiran, perasaan dan ingatanku saja masih tentangnya, Tuhan pun tak akan memperlihatkan keadilan-Nya padaku.
Aku berdoa, aku berusaha, aku menikmati hari-hariku tanpa Tomy walaupun hati kecil masih menginginkan Tomy, namun segalanya berakhir lebih baik.
Kesabaran konyolku dahulu yang menanti Tomy untuk kembali padaku tetap akan menyakitkan, itu penantian bodoh.
Kini aku mampu berjalan tanpa ingatan tentang Tomy, sekuat tenaga aku ikhlaskan segalanya tentang Tomy. Aku biarkan kehidupanku mengalir apa adanya, aku biarkan kenanganku terbang bersama angin, aku titipkan rinduku hanya dalam doa, aku simpan rapat perasaanku dalam senyum dan semua terasa lebih baik.
Tomy, jika suatu saat kamu terpuruk sama dengan situasi yang sedang aku alami sekarang. Aku ada disini, tetap disini dan tetap ada untukmu. Karena namamu tetap kutitipkan dalam doa. Kesabaranku kini tetaplah membuatmu pergi, aku ikhlas. Berbahagialah sayangku.