"Bram, itu bukannya Seyna?" Tanya Agung---sahabat Brama.
Brama dan Agung sedang berada disalah satu ajang musik di daerah Senayan. Agung melihat Seyna yang tak lain adalah mantan kekasih Brama, mantan yang selalu Brama tangisi diam-diam saat malam hari.
Agung menepuk bahu Brama pelan, "sabar... Jangan nangis disini lu! Awas aja, ntar disangka homo nangisin pacar homonya. Kan alig."
Brama diam, ia hanya menyunggingkan senyum kecil.
Sebenarnya Agung benar, Brama dalam hitungan menit mungkin akan meneteskan air matanya. Tapi ia tahan kuat-kuat, saking kuatnya terdengar gemertak gigi yang kuat---menahan tangis.
Beberapa kali juga terdengar suara menelan ludah yang dipaksakan, Agung mengerti apa yang sedang dirasakan sahabatnya itu. Akhirnya Agung menarik lengan Brama dengan paksa. "Ayo ah! Gak usah sok kuat ngeliatin Seyna sama pacar barunya. Jangan lu tegor. Jangan lu apa-apain lagi dah, udah."
Brama melirik sinis kearah Agung.
Agung ciut dilirik seperti itu. "Ya, bukannya gitu... Tapi..."
Brama malah melangkahkan kakinya menuju kearah Seyna. Dengan cepat Agung mengikuti dan menarik lengan Brama. Brama yang kesal akhirnya terhenti. "Kenapa sih???"
"Lu mau ngapain, malih? Mau nyamperin Seyna? Iya? Jangan ah, yang ada lu ribut noh sama pacarnya. Jangan diganggu kan gua bilang, batu nih!!!"
"Tapi gue mau ketemu Seyna sebentar, mau ngejelasin sesuatu." Sanggah Brama yang kembali melangkah.
Agung pun kembali menarik lengan Brama, ia juga merengkuh pipi Brama dan menatapnya lekat-lekat. "Dengerin ye, cuk! Lu mau jelasin apaan lagi? Lu yakin si Seyna mau dengerin lu? Emang lu belum paham kalau cewe udah patah hati tingkat dewa itu kaya gimana? Buat liat muka lu aja dia pasti enek, apa lagi kalau lu ucuk-ucuk datengin dia buat minta maaf dan jelasin sesuatu yang sebenernya udah gak mesti lu jelasin lagi. Hah? Mikir dulu dah."
Orang-orang disekitar mereka menatap dengan skeptis. Mungkin mereka mengira Brama dan Agung adalah sepasang homo gak tau diri yang sedang bertengkar ditengah-tengah kerumunan yang ramai.
Brama menarik wajahnya yang direngkuh Agung, ia melangkah mundur satu langkah lalu mendengus. Ia memalingkan pandangannya kearah Seyna yang sedang tertawa riang bersama pasangannya---sungguh tak ada beban sama sekali.
Ada perasaan menyesal yang dalam dihatinya. Tapi juga ada perasaan tak menerima melihat Seyna dibahagiakan orang lain selain dirinya, walaupun sesungguhnya ia sendiri menyadari kalau selama Seyna bersamanya, ia hanya membuat Seyna terus menerus menangis.
"Gue udah risih banget disini, mending pulang deh ah. Dari pada malah papasan sama Seyna, kelar!" Baru selesai bicara, Agung menoleh kearah Brama. "Wah anak setan! Woy, Brama! WOYYYY..."
Brama berlari kearah Seyna yang kini sedang berdiri sendirian memeluk boneka Teddy Bear coklat yang sangat besar, dengan senyum tipis yang tak luntur diwajah Seyna, Seyna terus melirik kesana kemari memandangi kerumunan.
Mata bulat Seyna membesar, ia melotot tajam saat melihat siapa yang ada dihadapannya sekarang. Sudah pasti itu Brama. Suasana yang tadinya ramai mendadak terasa hening, tubuhnya diam tak berdaya. Untuk melangkah kaburpun rasanya tak bisa.
"Seyna..." Ucap Brama dengan ritme nafas yang tak karuan. "Seyna, gue... Gue..."
Seyna menghela nafasnya, ia berusaha kelihatan baik-baik saja. "Kenapa?"
"Gue mau minta maaf." Suara Brama bergetar. "Gue tau gue punya banyak banget salah sama lo, gue..."
"Gue udah maafin lo dari jauh hari kok." Jawab Seyna.
Brama tersenyum kecil. "Makasih. Tapi... Tapi... Gue gak ada maksud nyakitin lo, mungkin lo yang terlalu sensitive dan merasa kalau gue ini nyakitin. Selama dua tahun kita pacaran, gue akuin gue selingkuh, gue bener-bener nyakitin lo. Tapi sisanya, selama enam bulan itu gue bener-bener berlaku baik sama lo, gue gak ada selingkuh-selingkuh lagi atau main cewe dan sebagainya, sumpah. Dan kalau soal ulang tahun lo, gue beneran lupa. Gue inget lo ulang tahunnya Juli, kesalahan gue cuma gue pikir disaat itu bulannya tuh bulan Juni, Sey."
Seyna menyeringai sinis. "Kalau soal ngajak sahabat gue tidur, gimana?"
Brama berdeham, ia lupa dengan kesalahannya yang itu. "Kalau soal itu... Sebelumnya gue kan gak kenal dunia malam kaya gitu, dan gue tau dunia itu dari lo. Ditambah temen lo suka bercanda genitin gue dan ya..."
"Jadi lo nyalahin gue? Nyalahin sahabat gue juga? Kenapa gak nyalahin diri lo aja yang punya napsu gede ke cewe-cewe? Kenapa gak nyalahin diri lo juga aja yang kepedeannya tinggi?" Suara Seyna meninggi. "Gini ya, Brama. Percuma lo jelasin ke gue ini itu, itu udah gak penting lagi. Dan percuma lo ngejelasin semuanya tapi ujung-ujungnya lo malah tetep nyalahin gue. Gue heran aja, yang bikin dosa kan lo tapi kenapa harus gue yang nanggung? Lo selingkuh nyalahin gue katanya overprotektif lah, lo lupa ulang tahun gue malah nyalahin bulan Juni, lo ajak bobo sahabat gue tapi nyalahin gue yang ajak-ajak lo. Lo tuh gila, Bram."
Brama menarik lengan Seyna yang beranjak pergi. "Tapi kan lo tau kalau sifat gue kaya gini, kenapa gak lo coba bantu gue buat berubah aja? Kenapa malah lo pergi sama yang lain, sih, Sey?"
"Dua tahun lebih, Bram! Dua tahun! Mau sampai kapan lagi gue nahan dan selalu percaya lo berubah. Kenyataannya apa? Lo gak pernah berubah, lo akan selalu bikin salah yang berujung nyalahin gue. Gue cape! Kalau lo emang sayang gue sebenernya tanpa perlu gue bantu lo berubah ya lo harusnya rubah diri lo sendiri dong, gimana caranya berubah lebih baik dan bisa bahagiain gue. Bukannya selalu nuntut dan nyalahin gue ini itu." Teriak Seyna seraya menunjuk-nunjuk wajah Brama.
"Tapi gue gak bisa liat lo seneng sama yang lain!" Balas teriak Brama. "Lo punya gue, selamanya harus buat gue. Gue janji gue berubah, Sey. SUMPAH."
Seyna yang kesal meludahi wajah Brama. "BULSHIT. GO AWAY. I DON'T WANNA TALK TO YOU AGAIN. EVER!!!!!"
"Busetttt." Pekik Agung yang menyaksikan mereka.
"Kamu kenapa sayang?" Kekasihnya Seyna baru saja keluar dari kamar mandi umum dan melihat Seyna menangis.
"I'm okay. Pulang yuk, aku gak mau ada disini." Kata Seyna sembari menarik lengan jaket kekasihnya.
"Oke, oke, ayo. Udah jangan nangis, kalau ada apa-apa nanti ceritain sama aku ya sayang." Brama dan Agung menyaksikan Seyna dan kekasihnya itu. Kekasihnya Seyna mendekap hangat tubuh Seyna yang gemetar, ia juga mengambil alih memegang boneka Teddy Bear-nya.
"Apa gue bilang. Pala batu, pala batu, pala batu." Ujar Agung sambil menoyor kepala Brama berkali-kali. "Cewe yang kaya gitu kalau udah sayang bakal sayang banget, Bram. Lu lupa gimana dia ke elu? Lu yang nyakitin aja dia bertahan dan masih tetep sayangin lu banget, gimana dia sama pacarnya itu yang keliatan banget sayang sama dia. Di kasih surga dunia kali sama Seyna, dan jadi The best people in Seyna's life, banget pasti."
Brama menunduk kaku, ia paham dengan maksud Agung. Dan Agung memang benar.
"Jadi lu percuma minta maaf sampe jungkir balik atau koprol sekaligus, dia akan maafin tapi gak dengan menerima lo lagi... EVER!" Agung memperagakan kata 'Ever' seperti gaya bicara Seyna tadi.
"Bacot ah." Brama jalan meninggalkan Agung.
Agung tertawa-tawa dan masih tetap nyerocos. "Penyesalan memang adanya diakhir, brother. Kalau penyesalan adanya didepan namanya Bismillah. Udah deh...."
Sambil berjalan menuju parkiran, Agung masih belum lelah menasehati Brama yang kembali patah hati. Brama yang dirundung kesedihan mendalam atas segala penyesalannya.
Penyesalan kehilangan satu-satunya perempuan yang pernah bertahan mati-matian hanya demi dirinya, bahkan mungkin rela mati demi dirinya. Perempuan yang selalu menangis hanya karena dirinya dan kini perempuan itu ada didepan mata tetapi hatinya telah jauh pergi. Dimiliki hati yang lain.
"... Jadi sekarang tuh intinya lu renungin dulu tuh kesalahan-kesalahan lu sebelum pacaran lagi, jangan kejadian dua kali. Kaya lu pacarin Seyna cuma buat move on dari Riana. Yang ada lu nyakitin cewe lagi, lagi dan lagi. Gue masih gak abis pikir lu sok kegantengan banget ya kalau dipikir-pikir sampe doyan banget main cewe. Karmaaaa itu jaraknya sejengkal, men..." Sesampainya didepan mobilpun Agung masih banyak bicara, sampai Brama menyalakan mobil dan Agung menutup pintu mobil. "Ntar kalo Tuhan balikin keadaan, lu yang malah dimainin sama cewe gimana? Mikir, kir..."
Lagi-lagi kepala Brama ditoyor. Brama geram, "sekali lagi lo ngomong, gue tendang lo keluar dari dalem mobil."
Agung malah tertawa tebahak-bahak. "Yah, gitu aje lu. Dinasehatin malah baper. Ya udah yuk balik, tancaaaaap." Ia melirik-lirik pelan kearah Brama yang mulai fokus menyetir, dihati kecilnya juga timbul perasaan takut ditendang- keluar-dari-dalam-mobil, maka dari itu ia alihkan dengan tawa yang kencang. Tawa yang palsu.
Malam itu jalanan lengang dan sepi. Sambil menyetir, Brama memikirkan seluruh kata-kata Agung. Ia juga mengingat-ingat kenangan bersama Seyna, yang mayoritas terlintas dikepalanya adalah saat Seyna menangis. Memang hanya tangis yang ada. Jarang melihat Seyna tertawa karenanya. Lalu ia ingat ketika kekasih barunya Seyna memperlakukan Seyna dengan baik, dengan sebagaimana semestinya.
The time is over, kenangan tinggalah kenangan. Penyesalan tinggalah penyesalan. Karena pada hakikatnya---hati itu bersifat bolak-balik.
